Chat Online



Sang pelajar teladan

“Bunda…!” teriakku begitu membuka pintu rumah. Tidak ada sahutan. Kulempar sepatu dan kaus kaki sembarangan. Berita yang akan kusampaikan begitu penting, tak bisa menunggu lagi. Uups! Di pintu ruang makan aku nyaris bertabrakan dengan bunda yang tergopoh-gopoh menghampiri.“Bunda! Naura terpilih jadi wakil sekolah untuk ikut pemilihan pelajar teladan.” seruku.“Oya? Wah… bagus itu.” Bunda memelukku hangat, namun kemudian…“Eh, tapi apakah itu sepatu dan kaus kaki sang calon pelajar teladan?”“Oh… iya. Maaf nDa.” Kurapikan sepatu dan kaus kaki lalu mengekor bunda ke dapur sambil bercerita panjang-lebar mengenai proses pemilihan di sekolah.“Dari semua teman sekelas, Naura terpilih karena kata bu Evi, Naila tidak cuma pintar, tapi juga aktif ikut ekskul, jago menggambar dan menyanyi, suka bantu teman, dan sebagainya deh.”“Kalau begitu, Naura harus mempersiapkan diri dengan baik untuk kegiatan itu. Makan cukup, istirahat cukup, jaga kesehatan, dan belajar lebih giat.”“Iya dong. Tapi bunda bantu Naura belajar ya!” pintaku yang dijawab anggukan bunda. Aku melonjak kegirangan. Bunda mau memperhatikan aku! Selama ini kan bunda kelihatannya lebih sayang kepada kak Naufal, kakakku satu-satunya.“Tapi sekarang bantu bunda dulu menyiapkan makan siang, yuk! Sebentar lagi kakak pulang.” Tuuh kan? Kakak lagi yang dipikirkan bunda, tapi…“Ayo deh!” Penuh semangat kubantu bunda menyiapkan hidangan makan siang hari itu. Saat ini, aku tak punya waktu memikirkan kecemburuanku pada kakak. Aku sedang senang sih…* * *“Naura…!” Suara kakak Naufal tuh.“Nyapu dong! Kakak mau ngepel jadi terhambat nih.” Kepalanya muncul dari balik pintu kamarku.“Aduuh, bentar deh kak, Naura sedang sibuk nih… Nanti deh, sebentar… lagi.” Jawabku sambil menyelesaikan beberapa latihan soal matematika. Kata bunda, aku harus mencoba mengukur waktunya supaya terbiasa pada saat lomba nanti.“Ayo dong, cepat nyapu dulu!” pinta kak Naufal lagi. Tahu-tahu, bunda muncul dari balik punggungnya.“Naura sedang sibuk ya? Ya sudah, pagi ini bunda yang nyapu, tapi besok kembali ke jadwal semula ya!” ujar bunda. Duuh… melegakan sekali. Di rumah kami memang ada pembagian jadwal kerja harian. Aku kebagian menyapu rumah pagi hari dan mencuci piring. Kak Naufal dapat tugas mengepel lantai dan menyiram taman, sedangkan yang lainnya dikerjakan bunda yang kadang-kadang dibantu ayah. Urusan membereskan kamar, kami kerjakan masing-masing.Hari-hari menjelang pelaksanaan lomba, bunda sering membantuku menyelesaikan pekerjaan rumah harian, terutama mencuci piring setelah makan malam, setelah itu menemani aku belajar. Senangnya…* * *Seleksi pertama, aku mendapat posisi terbaik, membuatku lolos ke tahap berikutnya. Tingkat kecamatan. Senang sekali, walaupun berdebar-debar lagi menghadapi tes berikutnya. Persiapan? Harus lebih serius untuk saat ini, tekadku dalam hati. Jerih payahku tidak sia-sia.Pada tingkat kecamatan, aku berhasil jadi juara pertama lagi, dan berhak jadi wakil di tingkat kotamadya. Bangga dong… tapi tentu saja belum bisa bersantai-santai. Persaingan nanti pasti akan lebih sulit, yang berarti aku harus mempersiapkan diri dengan lebih baik lagi.Bunda membantuku mengecek hapalan setiap malam, sedangkan ayah membantuku mencari cara cepat dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Akhirnya kak Naufal juga ikut mendukung dengan mengambil alih tugas menyapu. Pokoknya, tugasku sekarang hanya belajar, belajar, dan belajar saja.Untuk seleksi di tingkat kotamadya ini, aku menambah jam belajar. Selain sore hari sepulang sekolah, aku juga mengurangi jam tidur. Bila biasanya aku tidur pukul sembilan, saat ini aku baru tidur pukul sepuluh. Bangunnya jadi sering terlambat juga sih. Di sekolah, kadang aku masih ikut belajar di kelas, tapi tak jarang pula aku belajar ‘privat’ dengan Ibu Evi, guru kelasku. Lelah… tapi aku berusaha untuk tetap semangat.* * *Tes lagi. Kali ini tingkat kotamadya. Wah… agak grogi nih. Persiapan sih rasanya sudah matang. Kak Naufal bahkan mengatakan bahwa persiapanku sudah busuk karena terlalu matang. Ah… mungkin dia iri saja.Ketika kulirik teman-teman dari kecamatan lain, wah.. persiapan mereka hebat-hebat! Ada yang membawa solder dan komponen elektronika untuk dirakit, ada juga yang membawa satu set angklung untuk bermain solo. Yang bermain musik, ada juga yang menyiapkan gitar bahkan biola. Ada pula yang membawakan tarian tradisional. Aku sendiri hanya membacakan cerita dalam bahasa Inggris. Minder deh rasanya. Kabar tentang hasil tes itu datang sepekan setelah seleksi.Aku tidak berhasil jadi juara pertama, walaupun masih mendapat gelar juara ketiga. Untuk menghibur diri, kukatakan saja,“Naura toh tidak berminat ikut seleksi lagi di tingkat provinsi. Capek.” Ayah, bunda, dan kak Naufal tertawa-tawa saja mendengarnya.“Ah, kamu saja yang tidak cukup pandai, tidak cocok jadi teladan.” Ledek kak Naufal.“Sirik!” komentarku pendek.“Iya lho, masa pelajar teladan bangunnya telat melulu.” Mukaku memerah mendengarnya, tapi tak bisa kusangkal karena memang akhir-akhir ini aku sering terlambat bangun pagi.“Pelajar telatan! Lagipula, masa pelajar teladan cuma pintar di kelas, tapi kerjaannya di rumah nggak beres. Seperainya saja masih keriput…” Kucubit kak Naufal dengan harapan dia mau berhenti mengejekku.“Nyuci piring? Piringnya masih pada licin bersabun tuh…” Kak Naufal berkelit, berusaha menghindari cubitanku, dan berlindung di balik badan bunda.“Sudah… Naufal. Berhenti dong menggoda adiknya. Naura sekarang akan jadi teladan sejati kan? Yang prestasinya di rumah secemerlang prestasinya di sekolah.” Ujar bunda menengahi.“Iya, secemerlang piring yang masih licin bersabun!” Uuh… kak Naufal mulai lagi deh. Kukejar dia, tapi dia berkelit dengan lincah.“Pelajar telatan… pelajar telatan…” ejeknya lagi. Ah, sebenarnya aku tahu dia tidak bersungguh-sungguh dengan ejekannya. Justru dengan itu aku jadi menyadari bahwa apa yang dikatakannya benar. Aku bertekad, mulai saat ini, aku akan berusaha lebih baik, untuk menjadi teladan yang sesungguhnya, baik di sekolah, dan juga di rumah.* * *

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Sang pelajar teladan"

Posting Komentar

iklan